Sunday, January 17, 2010

Tetap Laksanakan UN, Presiden Tak
Taat Hukum
Laporan: Persada Network

Minggu, 17 Januari 2010 | 14:44 WITA

JAKARTA, TRIBUN - Presiden SBY dinilai tak taat hukum jika tetap menggelar pelaksanaan ujian nasional (UN), Maret mendatang. Pasalnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diperkuat dengan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan kasasi Mahkamah Agung mengabulkan gugatan forum guru dan Citizen law suit tentang ujian nasional dan menyatakan UN tidak sesuai dengan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).Pemerintah berdasarkan putusan-putusan hukum tersebut dihimbau untuk mengkaji ulang pelaksanaan UN sebagai dasar kelulusan siswa dalam sistem pendidikan nasional.

"Jika pemerintah tetap bersikukuh
melaksanakan itu (UN), seperti yang diungkapkan Presiden beberapa
waktu lalu, itu mengindikasikan pemerintah tidak taat hukum dan juga
anti kritik," tutur Yughe, peserta aksi yang sekaligus juru bicara
aliansi Pelajar dan Mahasiswa Tolak Ujian Nasional, di Jakarta, Minggu
(17/1).

UN, dikatakan Yughe tidak efektif dan ilmiah sebagai dasar
keberhasilan siswa menempuh pendidikan di jalur formal. UN juga
dinilai menghadirkan dampak psikologis yang buruk bagi anak didik
karena menyebabkan suasana belajar tidak nyaman dengan tekanan psikis
bahwa pendidikan yang mereka tempuh selama beberapa tahun, harus
ditentukan dalam tiga hari dalam suatu UN.

"Itu menimbulkan penyakit psikologis bagi anak dan bahkan dapayt
menimbulkan efek negatif yang berlebihan seperti bunuh diri atau
sebagainya. UN juga memicu tertanamnya jiwa-jiwa korupsi dini bagi
siswa sebagai generasi penerus bangsa karena mereka akan berusaha
melakukan berbagai cara menyimpang agar mereka dapat lulus. Seperti
misalnya membeli soal ujian dan jawaban ujian yang belum tentu benar
atau menjokikan diri," ujarnya.

Disisi lain, jalan keluar bagi siswa yang tidak lulus UN, yaitu dengan
mengulang kembali atau menempuh jalur ujian paket C, juga tidak dapat
memeberikan solusi. "Mengulang berarti mengharuskan siswa dan orang
tua murid mengelurkan kembali uang untuk mengulang dan atau ikut
ujian, yang itu tidak murah. Uang pemerintah untuk penyelenggaran UN
tersebut, yang berasal dari APBN juga terbuang percuma karena ujungnya
banyak siswa yang tidak dapat lulus. Sementara Paket C tidak dapat
digunakan siswa sebagai dasar mereka ikut serat Seleksi penerimaan di
Perguruan Tinggi, karena perguruan tinggi mayoritas tidak
menerimanya, " tambahnya.

Oleh karenanya, aliansi yang terdiri dari unsur forum guru,
masyarakat, pelajar dan front mahasiswa nasional menuntut pemerintah
untuk mentaati putusan hukum tersebut dengan menghapus UN. Pemerintah
juga dituntut untuk mencabut UU Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) karena
dianggap melenggangkan pelanggaran terhadapa hak anak atas pendidikan.

Mereka turun ke jalan dengan membawa spanduk dan bendera serta poster
yang diantaranya bertuliskan "UN ada SBY gagal". Yudhe mengungkapkan
aksi ratusan anggota mereka hari itu bukanlah aksi terakhir. "Kami
akan terus beraksi hingga akhirnya pada tanggal 28 Januari nanti saat
tepat 100 hari pemerintahan SBY. Kami juga akan memboikot UN yang akan
diselenggarakan pada 22 Maret mendatang, jika Presiden tetap
bersikukuh dengan sikapnya," tandasnya.

Aliansi Pelajar Demo Tolak UN di Bundaran HI


Minggu, 17 Januari 2010 - 11:02 wib- Yavet Ola Masan - Okezone
JAKARTA - Perlawanan terhadap kebijakan pemerintah menggelar ujian nasional yang sepihak dan semena-mena terus berlangsung.

Kali ini ratusan orang yang mengatasnamakan Aliansi Pelajar dan Masyarakat Tolak Ujian Nasional menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Aliansi terdiri atas gabungan sejumlah organ seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah, LBH Jakarta, Lembaga Advokasi Anak Marginal LAPAM, Forum Guru Independen Indonesia, Gerakan Siswa Bersatu.

Dalam aksinya, massa meneriakkan yel-yel dan membentangkan sejumlah spanduk. Di antaranya beruliskan “No UN, Kami tidak takut UN Tapi Kami Takut sekolahku Runtuh dan Guruku Kelaparan, serta Tolak UN Sebagai Penentu Kelulusan Siswa.”

“Belum selayaknya pemerintah menggelar UN karena mereka hanya menempatkan stadarisasi tanpa memperhitungkan peningkatan sarana dan prasarana serta akses informasi yang masih belum merata. Kalau UN tetap terselengggara berarti itu ilegal,” tegas Koordinator Lapangan Demo, Virgo Sulianto (26) kepada wartawan di Jakarta, Minggu (17/1/2010).

Aksi yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB tadi pagi berjalan tertib. Secara bergiliran beberapa perwakilan massa berorasi di depan teman-temannya. Sementara demonstran lain terus mengumandangkan kalimat hujatan terhadap kebijakan pemerintah sembari mengangkat tinggi-tinggi bendera yang dibawa.

Sementara, sejumlah demontran berdiri di tepi jalan dan membagikan selebaran pernyataan sikap serta bunga mawar kepada para pengguna jalan. Dalam aksi kali ini, massa meneriakkan tujuh poin tuntutan kepada pemerintah, yakni:
  • Penghapusan ujian nasional
  • Presiden, Wapres, dan Mendiknas selaku pemerintah harus taat hukum dengan menjalankan putusan pengadilan
  • Pemerintah wajib meninjau kembali sistem pendidikan nasional
  • Pemulihan trauma psikologis dan mental peserta didik usia anak
  • Jaminan atas hak anak untuk berekspresi berbicara dan didengar pendapatnya.
  • Cabut UU Badan Hukum Pendidikan, karena melangengkan pelanggaran terhadap hak anak atas pendidikan.
  • Memboikot ujian nasional.
(ful)
Minggu, 17/01/2010 10:25 WIB
Ratusan Orang Demo di Bundaran HI Tolak UN
Didi Syafirdi - detikNews

Jakarta - Ratusan orang dari Aliansi Pelajar dan Masyarakat Tolak Ujian Nasional (UN) menggelar aksi menolak Ujian Nasional (UN) di Bundaran Hotel Indonesia. Mereka meminta pemerintah menaati putusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak penggugat UN.

Dalam aksinya mereka membentangkan tiga spanduk berukuran 1x2 meter berwarna putih bertuliskan 'Ujian Nasional melanggar hak-hak anak, stop UN, patuhi hukum, jalankan putusan pengadilan, UN ilegal, melanggar HAM, boikot UN'. Mereka juga membawa bendera masing-amsing elemen.

Koordinator aksi, Virgo Suliyanto, meminta agar pemerintah menaati putusan pengadilan dengan tidak membuat standar kelulusan yang merugikan pelajar. Pemerintah harus menyiapkan sarana prasarana akses informasi kualitas guru yang merata di seluruh daerah.

"Kita harus tolak UN. Kembalikan kepada sekolah dan guru wewenang meluluskan pelajar," ujarnya di Bundaran HI, Minggu (17/1/2010).

Massa juga membagikan selebaran dan bunga mawar kepada para pengguna jalan. Arus lalu lintas tidak macet dengan adanya aksi ini.

Aksi dijaga sekitar 20 orang polisi. Aksi dimulai sekitar pukul 09.45 WIB dan hingga pukul 10.20 WIB aksi masih berlangsung.
(anw/nrl)