Thursday, April 14, 2011

Soal UN, Pengadilan Diminta Eksekusi Putusan MA

Andrie Yudhistira
14/04/2011 13:19
Liputan6.com, Jakarta: Tim Advokasi Korban Ujian Nasional mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis (14/4) sekitar pukul 11.00 WIB. Mereka meminta PN Jakpus mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) soal kebijakan Ujian Nasional atau UN.

"Kami datang untuk mengajukan permohonan eksekusi putusan MA dengan nomor permohonan 4748," ujar pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Edy Halomoan Gurning di PN Jakpus.

Selain itu, menurut Edy, jika pemerintah ingin tetap melaksanakan ataupun melanjutkan UN, sebaiknya pemerintah memenuhi tiga syarat yang dikeluarkan MA. "Soal guru, sarana dan prasarana, dan akses informasi lengkap di daerah. Tiga syarat itu dilakukan dulu baru silakan dilakukan UN," jelasnya.

Dalam waktu bersamaan, puluhan mahasiswa daei Univeritas Pemuda Muhammadiyah yang tergabung dalam Aliansi Peduli Pendidikan KOBAR berunjuk rasa di depan PN Jakpus. Mereka pun meminta eksekusi putusan MA.(ANS)

Wednesday, April 13, 2011

Hentikan Ujian Nasional, Eksekusi Putusan MA

Selasa, 12/04/2011 13:52 WIB
Pemerintah Didesak Hentikan Ujian Nasional
Ari Saputra - detikNews

Jakarta - Pemerintah didesak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Ujian Nasional (UN) harus ditinjau ulang hingga kualitas pendidikan merata dari Sabang sampai Merauke. Putusan MA telah diketok palu sejak 2 tahun lalu. Namun pemerintah tetap melaksanakan UN tahun ini.

"Bahwa pemerintah telah melakukan pembangkangan hukum yakni tidak mematuhi isi putusan pengadilan. Isi putusan itu telah menolak kasasi yang diajukan tergugat. Di PT menguatkan isi PN. Yang harus dilakukan adalah mematuhi putusan pengadilan negeri Jakpus," kata Edi Gurning, salah satu aktivis 'Aliansi Kobar' dari LBH Jakarta saat meluncurkan Posko Pengaduan Ujian Nasional (UN) di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta Pusat, Selasa (12/4/2011).

Para penolak UN mengutip putusan PN Jakpus bernomor 228/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst, yang diketok 4 tahun lalu. Pengadilan memerintahkan kepada tergugat (pemerintah) meningkatkan kualitas guru,
kelengkapan sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap diseluruh daerah di Indonesia sebelum mengeluarkan kebijakan pelaksanaan UN lebih lanjut.

Para tergugat (Presiden, Wapres, Mendiknas dan Badan Standar Nasional) telah lalai memberikan pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap warga negaranya yang menjadi korban UN.

"Yang diberi perintah itu Presiden, Wapres, Mendiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan. Kalau belum meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana dan akses informasi yang lengkap, jangan dulu ada UN. Sangat tidak masuk akal, pendidikan di Papua diukur dengan alat ukur yang sama dengan pendidikan Jakarta," jelas Gurning.

Gurning mengatakan, bila pemerintah tetap tidak melaksanakan UN 2011, para aktivis akan mendatangi PN Jakarta Pusat. Mereka akan meminta PN Jakpus mengeksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Kamis lusa kami akan meminta PN Jakpus segera mengeksekusi," tandas Gurning yang diamini oleh berbagai elemen penolak UN seperti Muhammadiyah, LBH Jakarta, PMII, dan Ikatan Guru Indonesia.

Sunday, April 10, 2011

300 Kepsek dan Guru Diperiksa Jaksa


Ilustrasi: DAK pengadaan buku senilai Rp 20 miliar dan alat peraga senilai Rp 6 miliar itu sudah dicairkan dan seharusnya diterima pada akhir 2010.

JEMBER, KOMPAS.com — Kejaksaan Negeri Jember, Jawa Timur, memeriksa sebanyak 300 kepala sekolah, guru, dan pejabat Dinas Pendidikan Jember terkait dengan dana alokasi khusus (DAK) pengadaan buku serta alat peraga sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SD/SMP). Barang bukti atas pemeriksaan itu berupa 970 judul buku SD dan 940 judul buku SMP telah disita sebagai barang bukti.

Kepala Kejaksaan Negeri Jember Wilhelmus Lingitubun kepada pers di Jember, Rabu (6/4/2011), mengatakan, DAK pengadaan buku tersebut senilai Rp 20 miliar dan alat peraga senilai Rp 6 miliar. Buku dan alat peraga senilai Rp 26 milyar itu dibagikan kepada ratusan SD dan SMP di Jember.

Ia menambahkan, DAK tahun 2010 itu sudah dicairkan dan seharusnya diterima pada akhir 2010. Namun, sampai awal Maret 2011 masih banyak pihak sekolah yang baru menerima buku dan alat peraga itu.

Hampir sebagian besar jumlah buku dan alat peraga yang diserahkan ke sekolah tidak sesuai jumlahnya. Hal itu dibuktikan saat tim jaksa turun ke sekolah, pihak sekolah dan rekanan berusaha melengkapi kekurangan buku dan alat peraga itu.

"Hasil pemeriksaan secara intensif yang dilakukan tim jaksa menemukan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah SM, SG, DJ, BW, dan MS," kata Wilhelmus.

Menurut Wilhemus, kelima tersangka itu dinyatakan yang paling bertanggung jawab terhadap pengadaan buku dan alat peraga menggunakan dana DAK itu. Namun, tim jaksa masih terus mengusut dan memperdalam pemeriksaan sehingga tidak menutup kemungkinan bisa menemukan tersangka baru.

Adapun perintah pemeriksaan terhadap dugaan penyimpangan ini datang dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Jatim. Pemeriksaan itu berdasarkan laporan dari berbagai elemen masyarakat ke Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Jatim sehingga harus ditindaklanjuti dengan segera.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/04/06/20361014/300.Kepsek.dan.Guru.Diperiksa.Jaksa