Tuesday, March 10, 2009

ADVOKASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN


Masalah pembiayaan pendidikan sudah umum terjadi di masyarakat, dimana kondisi ini dibiarkan oleh pemerintah dengan menerbitkan peraturan yang tidak berpihak pada masyarakat, diantaranya adalah PERMENDIKNAS nomor 2/2008 yang diberlakukan tanpa ada sosialisasi kepada pihak-pihak terkait. Para pendidik tidak siap saat PERMEN tersebut diberlakukan, hal ini terlihat dengan tumpang tindihnya pemakaian buku di sekolah dan juga masih adanya pendidik yang berupaya menjual buku ke anak didik. LAPAM dan teman-teman jaringan pendidikan lainnya menyikapinya dengan melakukan judicial review terhadap PERMEN tersebut dengan membentuk KITAB "koalisi independen advokasi buku".

Demikian juga dengan PP 48/2008, memunjukkan pemerintah lepas tanggung jawab atas pembiayaan pendidikan bagi masyrakat, terlihat dari Pasal 2
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat;
b. peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan

c. pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

Kondisi tersebut berakibat maraknya pungutan yang dilakukan oleh sekolah, sejak tahun 2007 LAPAM menerima ....pengaduan yang berkaitan dengan pungutan, penjualan buku oleh sekolah.

KAMPANYE DAN AKSI PEMENUHAN HAK DASAR PENDIDIKAN ANAK

Melalui program Kampanye dan Aksi Pemenuhan Hak Dasar Pendidikan Anak, LAPAM secara terus menerus menyuarakan ke publik bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasarnya dan negara membiayainya (UUD 1945, Amandemen III, pasal 31;2). Salah satu aksi di depan Makamah Agung berkaitan dengan tentang Judicial Review atas PERMENDIKNAS nomor 2/2008 yang dilakukan "KITAB" adalah melibatkan masyarakat untuk ikut menandatangi menolak buku mahal.

PENGEMBANGAN KOMUNITAS MASYARAKAT KRITIS

Sistem pendidikan yang telah kita jalani membentuk pola pikir masyarakat yang tidak kritis, hanya menerima keadaan tanpa berani mengemukan pendapat dan atau mengkritik.

Seperti yang selama ini terjadi di sekolah-sekolah, orangtua selalu memposisikan dirinya sebagai pihak yang di bawah "karena sudah menitipkan anaknya ke pendidik", sehingga menjadi pihak yang mudah ditindas. Pendidik dan atau sekolah demikian mudahnya melakukan diskriminasi, membuat kebijakan-kebijakan yang merugikan anak didik. Struktur birokrasi pendidikan yang ada membiarkan hal tersebut terjadi.

Melalui program pengembangan komunitas masyarakat kritis ini, LAPAM melakukan pendampingan langsung ke komunitas dengan melakukan diskusi rutin bulanan komunitas, pembentukan kelompok-kelompok diskusi, pengkaderan dari komunitas, sehingga ke depannya secara mandiri masyarakat mampu dan berani mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat.