Wednesday, March 16, 2011

50% Dana RSBI Disalahgunakan

Senin, 14 Maret 2011 - 10:18 wib

Ilustrasi: ist.

Ilustrasi: ist.

JAKARTA – Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menemukan penyimpangan penggunaan anggaran oleh Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Bahkan, 50 persen anggaran di RSBI telah disalahgunakan.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal mengungkapkan, RSBI menerima anggaran dari pemerintah pusat, provinsi, dan pungutan dari orang tua siswa. Namun, anggaran tersebut tidak digunakan sesuai ketentuan pemerintah, yakni untuk peningkatan mutu dalam proses belajar mengajar serta kualitas tenaga pengajar. Ini dengan tujuan agar siswa yang bersekolah di RSBI menjadi siswa yang lebih berkualitas dibanding sekolah nasional.

Sesuai evaluasi yang dilakukan beberapa waktu lalu, RSBI menggunakan dana tersebut untuk memperbaiki ruangan kelas, membangun laboratorium, memasang air conditioner, dan memasang pagar atau gerbang sekolah untuk mempercantik tampak luar gedung dibandingkan mutu pengajaran. “Padahal dana untuk fisik itu tidak bertepi. Kami berharap uang itu dipakai untuk mutu, baru fisik. Itu pun harus dipilih dulu apa saja yang sangat penting untuk diperbaiki,” papar Fasli di Jakarta kemarin.

Dia mengungkapkan, penyalahgunaan dana paling banyak terjadi di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Hasil evaluasi menemukan bahwa penyalahgunaan dana di tingkat sekolah dasar (SD) hanya mencapai 25 persen. Karena itu, Kemendiknas akan menerbitkan peraturan menteri (permen) untuk memperketat pemakaian dana di RSBI. Fasli menyatakan, evaluasi tentang dana ini menjadi fokus utama Kemendiknas. Sebab, hasil evaluasi menyebut mutu yang diciptakan RSBI ini sudah baik walau belum secepat yang diharapkan.

Namun, perbaikan juga akan diutamakan bagi tenaga pengajar di sekolah khusus ini. Pasalnya, kualitas guru dalam berbahasa Inggris di sekolah yang syarat wajibnya adalah mampu berbahasa Inggris ini masih minim. “Kami juga akan memberikan kesempatan untuk memakai dua bahasa daripada hanya memakai bahasa Inggris,” tandasnya.

Evaluasi yang dilakukan Kemendiknas ini mencakup empat hal, yakni mutu, tata cara penerimaan murid baru, pungutan biaya dari orang tua, serta kesiapan sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, saat ini ada sekira 1.300 sekolah RSBI. Jika permen sudah selesai disusun dan disahkan, akan diketahui sekolah yang akan dikembalikan ke status biasa, sebagian diberi peringatan untuk memperbaiki diri, serta sekolah RSBI yang sudah siap maju menjadi SBI.

Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas ini menyatakan, masih memerlukan waktu lama hingga lahirnya permen baru dan perubahan status RSBI menjadi SBI ini. Karena itu, untuk sementara waktu, izin penyelenggaraan RSBI baru akan ditangguhkan.

Fasli mengatakan, RSBI dan SBI tetap diperlukan dalam dunia pendidikan. Pasalnya, ini adalah amanat Undang-Undang (UU) Sisdiknas yang mewajibkan pemerintah mengembangkan satu sekolah bertaraf internasional di setiap jenjang di satu kabupaten/ kota. “Namun, di dalam perjalanannya, kami memang harus mengevaluasi empat hal tersebut,” ungkapnya.

Anggota Komisi X DPR Tubagus Dedy Gumelar menilai, pembenahan RSBI sebenarnya tergantung kemauan politik dari pemerintah. Jika Kemendiknas memiliki kemauan politik untuk membereskan RSBI dan SBI yang sering membebani masyarakat dengan tarif tinggi, tidak memerlukan waktu lama agar permen yang baru itu terbit.Meski demikian, Dedy mengaku setuju dengan langkah Kemendiknas yang menangguhkan pengajuan izin baru penyelenggaraan RSBI.

Dedy berpendapat penyalahgunaan dana terjadi karena tidak ada pengawasan dan sikap tegas dari Kemendiknas. Dia juga mempertanyakan ada apa dengan Kemendiknas sehingga membiarkan sekian lama praktek tersebut terjadi hingga masalah di RSBI diberitakan di media nasional. “Perintah undang-undang memang mengamanatkan demikian. Namun, jika tidak diawasi namanya menyalahgunakan undang–undang juga,” kritiknya.

Sementara itu, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai, penyataan Wamendiknas Fasli Jalal tersebut membuat Kemendiknas lebih progresif dalam evaluasi RSBI.

Senada dengan Fasli, Febri mengaku ICW juga menemukan penyimpangan anggaran di sekolah menuju standar internasional tersebut. “Dari data kami, temuan penyimpangan sekira 40 persen dari jumlah dana yang didapatkan,” ungkapnya.

Menurut Febri, modus penyimpangan yang sering dilakukan adalah double budget (anggaran ganda). Hal ini, misalnya, dana yang didapatkan dari pemerintah tidak digunakan untuk kegiatan A. Namun, dana kegiatan A tersebut didapatkan dari pungutan orang tua siswa. “Dari pemerintah tidak dipakai, tapi diambil dari masyarakat,” tuturnya.

Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat berpendapat, dari awalnya perencanaan RSBI ini sudah salah. Ini mulai dari substansi pendidikan hingga keuangan. “Bagaimana mungkin suatu sekolah negeri yang seharusnya dibiayai penuh oleh negara justru membebankan 50 persen biaya operasional kepada masyarakat?” tanyanya. (neneng zubaidah/sindo) (rfa) (//rhs)

http://kampus.okezone.com/read/2011/03/14/373/434539/373/50-dana-rsbi-disalahgunakan

No comments: